Tidak semua yang terlihat itu nampak, dan tidak semua yang nampak itu terasa

Kamis, 07 Februari 2013

Sembilu




Hembusan angin senja meniup rambutnya. Alista melangakah keluar dari rumahnya. Tiba-tiba ponselnya berdering sekali.
Alista membuka slide ponselnya “kau dimana? Ada yang ingin aku bicarakan padamu sekarang”
Dengan cepat ia membalas “oke. Kita ketemu di warkop Cendrawasih”
**
Delapan belas menit kemudian, Alista dan Irine sudah berada dalam warkop yang berdesain minimalis tapi menarik dan elegant. Di warkop itu cuma ada beberapa perbaduan warna yang tidak begitu mencolok. Itu yang menyebabkan Alista betah berjam-jam berada ditempat itu.
Irine memulai percakapan “begini, baru saja aku terima BBM  dari Satya, kakak kelasku sewaktu SMA dulu. Dia menanyakan kamu, bahkan dia meminta nomor teleponmu. Bagaimana, kau mau?” Irine tersenyum penuh gairah
Alista mengernyit “ah tidak mau! Aku tidak suka padanya, lagipula saat ini aku mau fokus UN”
“ayolah Sta, memang sekarang kamu tidak suka padanya. Tapi kalau kau mengenalnya lebih dalam, bisa saja kau jatuh cinta padanya” rayu Irine
Alista menghembuskan napas pasrah “yaah terserah kau saja”
Irine tersenyum lebar “kau memang temanku yang paling baik” Irine bangkit dari kursi “oh ya, kalau dia mengirim SMS padamu, balas ya. Aku pulang duluan, masih ada urusan yang harus aku selesakan”
**

Alista, seperti biasa, masih duduk nyaman di dalam warkop favoritnya. Ia menyesap Moccacinonya sambil memainkan gadget-nya. Ponsel yang ia letakkan diatas meja bergetar. Siapa lagi ini!! Gerutunya dalam hati.
            “hey, ini aku Satya. Kamu Alista, kan?”
Pesan singkat yang baru saja ia terima dari Satya sekejab membuat jantung Alista berdetak cepat. Buru-buru ia membalas “iya, ini aku Alista. Ada apa, Kak?”
Tiga menit kemudian, Satya membalas “tidak kenapa-kenapa. Hanya saja aku ingin mengajakmu makan malam, kau punya waktu?”
Alista tersenyum. “iya”
**

Hari berjalan sesuai harapan Alista. Senyum dan tawa selalu mengembang diwajahnya. Ada dua hal yang menjadi alasan dari senyum Alista, yang pertama Satya dan yang kedua perhatian dari Satya yang selalu ada untuknya. Hidup Alista berubah semenjak bertemu dengan Satya si ‘Moodbooster’. Tetapi dua  hari terakhir ini begitu buruk baginya. Tak satupun pesan singkat dari Satya. Tak ada pesan ajak makan malam seperti hari-hari sebelumnya. Jangankan ajakan makan malam, menanyakan kabar pun tak ada. Dia dimana? Apakah dia memikirkan aku sesering aku memikirkannya? Cemasnya dalam hati.
Alista memutuskan pergi merenungkan diri di warkop yang dianggapnya rumah keduanya. Disana ia memesan kopi pahit. Entahlah, sudah berapa gelas kopi yang ia habiskan. Ia mengetuk ponselnya menggunakan jari. “ah kenapa orang ini tidak menghubungiku sampai saat ini?!” keluhnya. Tiba-tiba suara berat lelaki membuyarkan lamunannya.
“nona, sudah bercangkir-cangkir kopi yang Anda minum. Gadis seperti anda tidak begitu baik mengonsumsi kopi secara berlebihan”  sapa pelayan warkop dengan nada khawatir. Alista hanya tersenyum. Senyum yang dipaksakan.
Alista meraih gadget dari tas tangannya. “ah ini, kenapa baru sekarang dapat akal?”
Dengan segera ia mengetuk icon burung biru. “at sa-t-ya, ah ketemu, ini dia yang aku ca...” ucapannya terhenti. Tubuhnya runtuh, jantungnya hampir saja meloncat. Sebelah tangannya membekab mulutnya, ia tak percaya. Air matanya meluncur, pipinya basah.
            Matanya terpaku pada biografi akun twitter Satya bertuliskan nama wanita.
Darahnya membeku. Alista dengan cepat meraih ponsel yang ada di meja. Ia menekan nomor tiga “brengsek kau Satya, ternyata selama ini kau berselingkuh dengan wanita itu!! Tidak ku sangka setega itu kau Satya!!!!”
Satya tertawa licik “apa kau bilang, berselingkuh? Alista, harusnya kau sadar. Selama ini diantara kita tidak ada hubungan apa-apa!”
“jadi makan malam, jalan-jalan, dan segala perhatianmu kau anggap apa, Satya?” nada bicara Alista mulai meninggi.
Lagi-lagi Satya tertawa “bodoh kau Alista, kau yang terlalu peka. Sejauh ini aku hanya menganggapmu sebagai adik saja, tidak lebih!”
Airmata mengalir deras di pipi Alista.  “tapi a..ku men..cin..taimu.. Satya..” bantahnya terbatah-batah “aku sungguh mencintaimu, Satyaaa!”
“sudahlah Alista, lupakan saja aku. Aku sudah bahagia bersama dia”
Alista tak kuasa menahan isakannya. Tubuhnya melemah, ponsel yang digenggamnya jatuh.
**

Sejak peristiwa yang memilukan itu, tak ada seorangpun yang bisa menggoyahan persepsi Alista. Bahwa keputusan untuk mencintai kakak kelas itu konyol. Relatif.

Sabtu, 19 Januari 2013

Hari pertama..


“Cepatlah sedikit dear, nanti kamu terlambat”

Alsa meneguk segelas susu yang berada di atas meja makan. Alsa bangkit dari kursi “Aku berangkat dulu Ma”
Mama Alsa tersenyum “Be carefull. Jaga sikap dan tetap ramah terhadap teman barumu. Take care dear”. Alsa membalas senyum Mamanya.
Nama lengkapnya Alsatia Allyson. Wanita peranakan Prancis-Indonesia. Ayahnya orang Prancis, sedangkan Ibunya orang Indonesia asli. Bertempat tinggal di Paris, Prancis. Alsa dan keluarganya pindah ke Jakarta karena ayah Alsa dipindahtugaskan. Sebenarnya Alsa lahir di Indonesia. Ketika Alsa berumur 10 tahun keluarga mereka pindah ke Paris. meskipun Alsa sudah tujuh tahun tinggal di Paris, teteapi ia tidak terlalu fasih berbahasa Prancis.

Dua puluh menit kemudian, Alsa sudah sampai di sekolah barunya. SMA Pelita Harapan Lippo Karawaci. Alsa turun dari Nissan Juke merahnya. Bunyi pip dua kali pertanda pintu terbuka. Alsa menutup pintu  mobil “setidaknya aku bisa bertahan sebulan disini. Fighting!” Alsa menarik napas panjang lalu tersenyum.
Alsatia!! Alsa pura-pura tidak mendengar panggilan dari wanita itu. Alsa melangkah cepat ke dalam sekolahnya. Tiba-tiba ia merasa ada yang menarik tangan sebelah kirinya.
“loe Alsatia kan? Murid baru pindahan dari London?” sapa wanita itu tersenyum lebar memamerkan deretan gigi yang dipagari kawat warna hijau muda.
Alsa menoleh “Yes, por quĂ©? Kau tahu dari mana? ” jawab Alsa datar
Wanita itu menjulukan tanganya sambil tersenyum “Oh sorry. Nama gue Melani Kartika, siswi kelas 3 ipa1. Gue denger dari anak-anak sih, katanya hari ini ada anak pindahan dari luar negeri. Yaa gue yakin loe itu pasti orang yang mereka maksud”
Alsa mengerutkan kening “Lo siento, no entiendo su idioma? Bisakah kau menggunakan bahasa Indonesia yang baku? Dan satu lagi, aku bukan pindahan dari London tapi Paris” cetus Alsa
Melani tertawa “oh oke. Maafkan aku. Mau ku antarkan ke kelasmu?”
cierto” Alsa tersyum
**
Kkkkrrriiiinnngggg..
“baiklah anak-anak, pelajaran matematika kita lanjutkan besok”
            Alsa menutup bukunya.
            “mau ke kantin? Ajak Melani
            “ayo, boleh” Alsa tersenyum

Sepanjang jalan menuju kantin, semua murid SMA Pelita Harapan memerhatikan Alsa. Dan itu membuat Alsa mulai risih. Tidak heran, Alsatia Allyson bisa dibilang satu-satunya murid yang berparas unik di sekolah tersebut. Berambut lurus warna cokelat tua s, bermata cokelat kebiru-biruan, hidung mancung dan kulit yang tidak terlalu gelap. Terlebih lagi didukung tubuh yang tinggi ramping membuat Alsa terlihat sangat menarik.
            “Melani, kenapa mereka memerhatikanku seperti itu?” kata Alsa tetap melihat sekelilingnya
            Melani tertawa kecil “kau ini bodoh atau pura-pura tidak tahu? Kamu itu cantik dan berparas barat, tentu saja kau jadi pusat perhatian mereka”
            “oh ya?” kata Alsa. Berbalik menatap Melani. “sudahlah, biarkan saja mereka”
**

            Alsa membolak balik daftar menu yang dipegangnya. Matanya tertuju pada menu nomor tiga. “aku mau pesan bakmie saja, sudah lama aku tidak memakannya”. Alsa bangkit lalu berjalan menuju kasier. Bbrruuukkk!! Alsa terjatuh dan seluruh isi dompet yang dipenganya jatuh berhamburan. “maafkan aku, aku tidak sengaja” kata Alsa sambil memunguti uang dan kartu kreditnya yang jatuh. Alsa mendongak menatap lelaki berambut hitam yang sedang setengah berjongkok. “aku yang salah, maafkan aku” kata lelaki itu sambil membantu Alsa berdiri.
            Matanya terkesiap. Detakan jantung Alsa berdetak tiga kali lebih cepat dari biasanya. Alsa tidak membuka mulut. Beberapa detik mereka tak satupun membuka suara. Mata bulat lelaki itu menatap Alsa. Senyap.
            Lelaki itu melepaskan genggaman tangannya “ah sorry, aku buru-buru” kalimat yang dilontarkan lelaki itu membuyarkan lamunan Alsa.
            Alsa tersenyum puas.

Senin, 14 Januari 2013

♥Surat Cinta 1



Sabtu, 8 Desember 2012




Untukmu, yang diruangan duapuluh satu
Apakah kau mengenalku? Apakah kau mengetahui namaku? Astaga aku terlalu banyak berimajinasi. Kau tak mengenalku, bahkan tak mengetahui namaku.

Untukmu, lelaki bersepatu merah hitam
Baru saja kau melintas di depan ruanganku. Tak adakah hasrat dihatimu untuk menoleh kedalam ruangaku? Aku duduk terpaku menatap kertas-kertas bertuliskan soal sosiologi. Aku sulit mengeja kata demi kata, kalimat demi kalimat. Pikiranku terlanjur dikacaukan bayang-bayang wajahmu.

Kepadamu, Adik kelas pemilik senyum simetris
Kau mau kemana? Kau terlalu terburu-buru keluar dari ruangan itu. Dari aku menunggumu dibalik jeruji ruanganmu. Menunggu? Sebenarnya apa yang kau tunggu? Menunggu kau menoleh lalu tersenyum padaku? Atau, menunggu kau menanyakan namaku? Ya ampun, lagi-lagi kau mengotak-atik pikiranku.

Tertulis sederhana untukmu, sosok yang berhasil mengacaukan sel-sel syaraf otakku
Aku telah menggunakan Okasigen, air bahkan udara. Tetapi tanpa melihat wajahmu rasanya ada yang kurang, berbeda, sangat menyesakkan paru-paru. Lima hari terakhir aku mulai terbiasa menatapmu diam-diam. Bola mataku tak pernah lepas dari segala yang kau lakukan. Ya Tuhan, demi apa ini? Aku terlalu berfantasi dengan fikiranku.

Kepadamu, sosok yang berhasil menyita seperempat perhatianku
Apa lagi yang harus aku lakukan?  Tolong, ku mohon jawab kegelisahanku ini.

Usai..


Antah berantah..


“sekarang aku masih dalam perjalanan. Kira-kira 10 menit lagi aku sampai di rumah. Mm..iya aku tahu. Kau tak perlu berlebihan begitu. Tanpa kau suruhpun aku bisa ingat sendiri. Aku belum lapar. Sudahlah.. berhentilah mencemaskanku!”

Dengan cepat aku membalas pesan singkat itu
Aku menutup slide ponselku dengan sentakan kesal. Sebelah taganku memegang kening. Aku menghembuskan napas panjang dengan berlebihan. Saat ini aku tidak ingin diganggu sama sekali.
            “Mengapa hari ini begitu banyak masalah, menyulitkan!!” gerutuku dalam hati
Begitu mengingat yang sudah terjadi tadi di sekolah. Remedial mata pelajaran ekonomi dan akuntansi dan akhirnya harus pulang hingga sore begini. Otakku tak mampu lagi berpikir banyak. Matahari nyaris tak tampakkan cahayanya. Taksi yang membawaku melaju cepat hingga sampai di depan rumah bercat kuning tanpa pagar.

            “dari mana saja kau? Kenapa kau tidak mengangkat teleponku?”
            “ tadi ponselku baterainya habis. Aku sangat lelah, ingin istirahat dulu. Aku belum lapar, ibu tak perlu mencemaskanku”
Dengan lelah, aku meraih gagang pintu dan seketika merebahkan tunbuhku di sprigbed tanpa rosban. Aku berusaha memejamkan mata, tiba-tiba ponselku berdering sekali tanda pesan baru. Yaa Tuhan, apa lagi ini!
            “sudah sampai? Jangan lupa makan agar kesehatanmu tetap stabil”
     Pengirim: HANTU
Tanpa membalas pesan singkat itu, aku mentup slide ponselku dengan kasar.
“dasar hantu, derakula!!”
**


Seperempat dari pukul 8 malam
“ tok..tok..tok.. astagaa anak ini, bangunlah. Sudah berapa jam kau tidur seperti orang mati. Ya ampun seragam sekolah saja belum kau ganti?!!”
Suara siapa itu? Berisik! Aku membuka mata yang terasa berat, lalu mengangkat tangan menutupi mata dan mengerak pelan. Tanpa aku sadari, ibuku telah berdiri di dipan pintu. Astaga sejak kapan ia berdiri disitu seperti harimau kelaparan?
            “ ini sudah jam 8 malam, kau tahu! Cepatlah, ada yang menunggumu di luar”
Aku menguap lebar sambil meregangkan kaki dan tanganku. Aku memaksakan diri bangkit dari tempat tidur yang bersprei motif doraemon itu. Langkahku terseok-seok menuju ruang tamu. ‘’ Ooh astagaa!!! ‘’ Mataku terbelalak kaget melihat sosok lelaki berdiri membelakangi beranda rumahku. Sial!! Dia lagi!
            “baru bangun? Boleh aku masuk?”
Lelaki bertubuh agak tinggi, kira-kira 154, berkulit sawo matang, berambut gelap dan mengenakan jaket kulit warna cokelat muda. Tubuhku menyingkir sedikit membiarkan dia masuk. Dia yang ku sebut hantu itu tidak lain seseorang yang pernah berlabuh dihatiku. Tapi kini aku sangat membencinya.
Putra menoleh kepadaku “ aku datang kesini untuk meminjam buku paket sejarahmu, masih ada?”
Aku mengangkat bahu “ entahlah. Tunggu, aku mencarikannya untukmu”
Aku melangkah dengan sangat pelan menuju kamar tidurku dan disusul dengan suara pintu lemari dibuka dengan gaduh. “ dasar makhluk menyusahkan!!”gerutuku dalam hati.
Aku kembali ke ruang tamu denga acuh tak acuh “ bukunya sudah tidak ada, lebih baik kau pulang saja. Aku sudah muak melihat wajahmu yang sok malang itu, kau tahu?!”
            Putra tersenyum “ baiklah, terima kasih Yanti”
Tanpa bersuara dan membalas perkataannya, aku menutup pintu agak kasar.
            Alisku berkerut “jangan izinkan hantu itu datang lagi ke rumah ini”
Ibu hanya memandangku dengan kening berkerut heran.


Malam ini hujan mengguyur kota Palopo agak deras. Aku duduk di depan jendela kaca kamarku sambil menggenggam secankir *Sarabba (*minuman hangat terbuat dari gula jawa, santan, dan jahe) hangat. Guyuran hujan memecahkan kehening malam itu
Aku terbaring membisu menatap langit-langit kamar. Saat ini, detik ini, entah mengapa seketika aku sangat rindu padanya. Ya, lelaki yang tadi datang berkunjung ke rumahkku. Dihapannya aku pura-pura membencinya. Tetapi dalamm nyata, aku begitu merindukannya, merindukan senyumnya, perhatian, cemburunya, dan segalanya yan gdapat membuatku bahagia. Malam ini entah sampai kapan, aku masih sangat mencintaimu, Putra!

            Nama lengkapnya Sakti Wijaya,  pemilik senyum khas. Siswa kelas 9 di salahsatu sekolah menengah pertama ternama di kota Palopo. Dia jago  menggambar dan pandai dalam bidang akademik lainnya. Aku mengenal Sakti sudah tiga tahun lebih. Aku dan Sakti sempat merajut cinta selama 28 bulan. Selama? Tidak, itu terlalu singkat! Ya, Cuma 24 bulan tetapi dia berhasil menyita seperempat perhatianku. Astaga otakku mulai terlempar kemana-mana. Lagu milik Maroon5 - nothing last forever nya membuyarkan lamunanku.
            “haloo?” gumamku dengan kening berkerut samar dan mata terpejam
            Bunyi itu masih terdengar. Oh..
            “haloo? Ada apa?” gumamnya sekali lagi setelah menekan tombol ‘jawab’
            “kau sibuk? Temani aku beli Coto Makassar Begadang, mau yaa” suara Silvy diujung telepon
Kalimat itu menerjang gendang telingakau, bahkan belum sempat ponsel yang ku genggam menempel baik di telingaku.
            Aku menyipitkan mata “hey ini sudah larut malam kau tahu? Tidak baik anak gadis perawan keluar ditengah hujan deras begini. Besok saja ku temani kau makan siang, aku yang teraktir!” jariku langsung menekan tombol warna merah.
            Entah sudah berapa kali aku menguap. Aku menarik selimut berwarna pink putih bermotif bunga hingga menutupi setengah tubuhku. “aku harap besok tidak seburuk hari ini” gumamku pasrah dalam hati. Aku memaksa mataku terpejam hingga terdidur pulas.

**

Aku membuka mata yang terasa sangat berat sambil menguap lebar dan merenggangkan kedua tanganku. Sinar matahari semakin meyilaukan mataku. Aku turun dari tempat tidur dengan langkah yang terseret  lemah menuju jendela kaca disudut kamar. Kedua tanganku perlahan membuka helai kain korden berwarna krem itu.  Aku menarik napas dalam-dalam. Aku duduk dikursi sambil melipat kedua tanganku didepan dada. Pandanganku terpaku pada gunung Latimojong yang menjulang tinggi dibagian barat. Kepalaku menoleh melihat benda mati berbentuk bulat didinding. Jam 06.30??!! Dengan sentakan cepat, aku melesat menuju kamar mandi.
Empat puluh menit kemudian, aku sudah berada disekolah berlantai satu. Kakiku melangkah menuju kelas bercat warna putih.
“tidak biasanya kau datang terlambat. Ada apa?”
Aku menoleh. “hm” ..